TENTANG ASPI

Tentang ASPI

JATI DIRI ASPI

Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) adalah suatu asosiasi sebagai wadah sekolah pendidikan tinggi perencanaan yang dengan semangat kebersamaan dan kesetaraan bertujuan untuk bekerjasama secara berkelanjutan dalam mendidik, meneliti, dan mengembangkan ilmu perencanaan yang berkarakter, berpandangan sistemik komprehensif, holistic, memiliki kemampuan preskriptif ke masa depan dalam “menyele­saikan” masalah-masalah pembangunan wilayah dan kota berdimensi ruang dan waktu,dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa dan negara yang bermartabat.

SEJARAH ASPI

Kerjasama Antar Pendidikan Tinggi Perencanaan di Indonesia sebagai awal pendirian ASPI

Melalui penelusuran arsip yang tersimpan di Jurusan Teknik Planologi ITB direkonstruksi kembali bentuk ker­jasama yang pernah berlangsung antar Jurusan Planologi (tahun 1960’an) yang kemudian berkembang menjadi Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (1970’an) dengan berbagai Program Sudi yang sama di Perguruan Tinggi lainnya di Indonesia. Lintasan sejarah kerjasama ini diharapkan memberikan manfaat pada pencerahan arti kerjasama tersebut kepada kita semua yang terlibat di dalam penyelenggaraan pendidikan perencanaan wilayah dankota dan program studi yang terkait, serta kepada pihak-pihak yang membuatkebijakan atas pen­didikan perencanaan di Indonesia. Bentuk manfaat bisa berupa introspeksi diri melintasi ruang dan waktu, tentang kemampuan dan keterbatasan dalam bekerja sama mengingat Indonesia secara geografis terbentang sedemikian luas sehingga jarak bisa merupakan salah satu kendala serta perjalanan waktu yang tidak cermat di­catat. Semangat kerjasama itu harus tetap ada sejalan dengan dinamikannya semangat kesatuan dan persatuan bangsa menatap masa depan yang lebih baik, dimana pengembangan pendidikan perencanaan di Indonesia adalah misi utamanya.

Kerjasama Antar Sekolah Perencanaan Wilayah dan Kota

Pertemuan Informal Ketua-Ketua Jurusan Planologi di ITB pada tahun 1970’an dalam bentuk forum komunikasi para wakil Jurusan Planologi PerguruanTinggi Swasta (Unisba, Unpak, Unpas, Itenas), membahaskisi-kisi ujian negara yang wajib diselenggarakan oleh PTS pada tiap semester. Tetapi, pada pertemuan tersebut juga disisip­kan bahan diskusi lain yang memberikan manfaat lebih besar bagi staf yang tidak terkait dengan masalah ujian negara. Pembicara tamu sering diundang, terutama untuk memberikan pandangan tentang praktek perenca­naan yang berpengaruh terhadap pendidikan.

Dalam pertemuan rutin antara dosen-dosen PL-ITB dengan beberapa wakil Jurusan Planologi dari PTS di ITB pada tanggal 7 bulan Nopember tahun 1987 tercapai kesepakatan untuk lebih memformalkan bentuk perte­muan antar-Jurusan itu ke dalam suatu Forum. Pada waktu tersebut, wakil-wakilProgram Studi Teknik Planologi dan Perencanaan Wilayah dan Kota sepakat membentuk Forum Komunikasi antar JurusanPlanologi Perguruan Tinggi Swasta dan Jurusan Teknik Planologi ITB. Kesepakatan itu ditanda-tanagni oleh 6 orang perwakilan dari beberapa Perguruan Tinggi yaitu Bambang Bintoro (ITB), Norma Nugroho(UNISBA), Soedarto S(Univ.Pakuan), Tb. M. Rais(ITI), Didi Rasidi(Univ.Krisnadwipayana), Raphael Sotang(ITN Malang). Dalam perkembangan selan­jutnya Forum Komunikasi ini disebutsebagai Forum Nasional Pendidikan Planologi (FNPP) untuk memberikan tanggapan sehubungan dengan berdirinya beberapa program studi (Prodi) planologi di universitas/ institut di berbagai daerah di luar Jawa.

Pertemuan Bergilir FNPP dalam mengisi kegiatan kerjasama dan interaksi antar Prodi yang berupa pertemuan-pertemuan atau seminar untuk membahas masalah-masalah pendidikan dan praktek perencanaan disepakati untuk diupayakan secara bergiliran antar anggota Perguruan Tinggi, namun dalam prakteknya lebih banyak diselenggarakan di Bandung dan terutama di ITB. Usaha untuk mengadakan pertemuan keluar dari Bandung sangat terbatas. Oleh karena Pertemuan Agustus 1993, di UNDIP-Semarang dianggap sebagai moment pent­ing menunjukkan eksistensi FPNN yang makin kuat dan makin meluas. Pada kesempatan itu ITB menghadirkan pembicara Djoko Sujarto, Tommy Firman dan Mochtarram Karjoedi dengan tema pembahasan adalah “Evaluasi dan Perkembangan Pendidikan Planologi di Indonesia”, dan usulan perluasan anggota Forum ke Program Studi S-2:

Pada tanggal 5 Nopember 1994 dalam rangka pelatihan “Participatory Methods in Social Research and Devel­opment Planning” di ITB yang disponsori oleh PMPW-GTZ dan dengan peserta dari perwakilan sekolah anggota Forum dan wakil-wakil dari prodi S-2 Perencanaan, seperti IPB, USU, Andalas, UGM dan UNHAS, pihak ITB mengajak kepada Prodi S-2 Perencanaan Wilayah untuk bergabung dengan FNPP. Pembicaraan usaha perluasan Forum kemudian dilanjutkan pada Diskusi Kurikulum Nasional, 26 Juni 1995 di ITB yang dihadiri oleh wakil2 dari IPB, Andalas dan Unhas. Pada tahun 1995, Konsorsium Teknologi dari DIKTI meminta kepada Jurusan-jurusan Perguruan Tinggi Negri untuk mempersiapkan rancangan Kurikulum Nasional untuk masing-masing program pendidikan yang diselenggarakannya. Menanggapi hal itu, pihak Jurusan Planologi-ITB kemudian membuat undangan kepada anggota FNPP. Hadir dalam kesepakatan dan pembuatan keputusan tentang rancangan Kurikulum Nasional untuk Program Studi Perencanaan Wilayah adalah 11 Jurusan Planologi dari berbagai Per­guruan Tinggi, yaitu: ITB, U.Pakuan (Bogor), UNDIP (Semarang), ITENAS (Bandung), U.Pasundan (Bandung), ITN-Malang, U.Bung Hatta (Padang), UNISBA (Bandung), ITI (Jakarta), UnKrisnadwipayana (Jakarta), UnWinaya Mukti (Bandung). Universitas 45 (Makassar – mengirim surat menyatakan tidakbisa hadir dalam pertemuan tersebut). Keberlakuan Kurikulum Nasional yang menjadi Surat Keputusan Menteri pada tahun 1996 mengubah nama FNPP menjadi Forum Nasional Pendidikan Perencanaan Wilayah dan Kota (FNP-PWK).

 Bentuk Kerjasama yang tidak hanya membahas Bahan Ujian Negara

Diskusi yang sering terjadi antara Jurusan Planologi-ITB dengan Jurusan Teknik Planologi Perguruan Tinggi Swasta yang berada di DKI (Kopertis III) dan Jawa Barat(Kopertis IV) adalah terkait dengan ujian negara. Pertemuan-pertemuan membahas persiapan ujian Negara seperti ini tentu saja tidak menarik bagi Perguruna Tinggi Negri seperti UNDIP yang tidak memer­lukan ujian negara. Hal yang demikian juga berlaku bagi PTS lain yang berada di luar kedua Kopertis tersebut. Ujian negara PTS lain tersebut mengacu kepada PTN yang berada dalam satu propinsi yang sama, tidak per­duli apakah PTN-nya memiliki Jurusan Planologi atau tidak. Kebutuhan komunikasi dari PL-PTS di luar Jawa Barat dan DKI dengan PL-ITB dipenuhi dalam bentuk kerjasama berupa dosen tamu, pengiriman mahasiswa ke laboratorium, kunjungan perpustakaan, dll. Keragaman kerjasama tersebut berjalan seiring dengan usaha dari FNPP untuk tidak hanya membatasi bahan diskusi dengan masalah ujian negara, tetapi dengan membicarakan silabus dan kurikulum. Kurikulum Nasional, untuk S-1, berjumlah 97 sks. Hal ini memberikan ruang bagi setiap Jurusan/ Prodi untuk mengembangkan diri dalam mengisi jumlah sisa sks menjadi 144. Usaha Pemformalan Fo­rum Pada kesempatan pertemuan FNP-PWK tahun 1996 di ITENASBandung, pihak ITB mengajak peserta yang hadir untuk menjadikan Forum tersebut menjadi lebih formal, yaitu berupa asosiasi. Hal ini diulang lagi pada tahun berikutnya pada kesempatan pertemuan di UNISBA, 2 Desember 1997. Pihak ITB pada waktu itu me­nyatakan kesediaannya untuk membantu dan mendukung adanya “endowment funds” bagi terselenggaranya pertemuan rutin tahunan dalam bentuk seminar yang membahas pengembangan pendidikan perencanaan. Sebagai imbalannya, karena berupa bentuk asosiasi, maka setiap anggota diwajibkan membayar iuran tahu­nan. Pada waktu itu, ajakan ITB ditolak oleh peserta lain. Forum (komunikasi) dinilai masih memadai sebagai wadah interaksi antar-Jurusan/ Prodi Perencanaan. Dugaan atas penolakan tersebut dapat dikembangkan ke­pada dua hal. Pertama, kalau ada iuran tahunan, maka tentunya merupakan kesulitan bagi pimpinan Jurusan PTS untuk mencarikan dananya. Bukan merupakan kelaziman bagi PTS untuk memberikan dana bagi suatu jurusan berasosiasi. Kedua, dosen PTS secara umum dibayar berkat prestasi tertentu, misal mengajar sekian sks, dstnya. Keterlibatan dalam asosiasi bagi PTS bisa saja bukan merupakan prestasi. Dengan asosiasi, Jurusan/ Prodi dan tentunya pimpinannya, menjadi lebih terikat. Sedangkan partisipasi dalam kegiatan asosiasi belum tentu mendapat dukungan dari PTS. Usaha pemformalan menjadi tidak berjalan. Sedangkan pihak yang tidak terkait dengan ujian negara sudah menyatakan kekurang-minatannya pada forum dalam bentuk kehadiran yang berkurang dalam pertemuan-pertemuan.

Pada sisi lain, kehadiran dan peran Badan Akreditasi Nasional berpengaruh terhadap nilai perlunya pertemuan yang terkait dengan ujian negara. Kerjasama PMPW-GTZ Pada kurun waktu tersebut di atas PL-ITB terlibat kerjasama dengan GTZ berupa Pengembangan Program Magister Pengembangan Wilayah (PMPW). Fokus ke­giatan adalah pengembangan program magister dengan kekhususan adalah pengembangan wilayah(regional development/ district planning). S-2 yang sudah berjalan di bidang perencanaan (wilayah/ kota) dimiliki oleh beberapa PTN, seperti USU, U.Andalas, IPB, ITB, UGM, UNHAS. Dengan menilai bahwa kesempatan kerjasama tersebut selayaknya dimanfaatkan juga dengan pihak lain yang terkait dengan pendidikan perencanaan, maka seperti sudah disebutkan di atas, bahwa ada kesempatan seperti pelatihan di mana ITB mengajak PTS anggota Forum. Selain itu, ITB mengusulkan kepada GTZ untuk melibatkan UNDIP yang baru memiliki Prodi S-1. Pada perkembangan selanjutnya, usulan tersebut juga ditambahi mencakup UNIBRAW (Malang). Diharapkan bahwa cita-cita pembentukan asosiasi sekolah perencanaan lebih mudah terujud dengan keterlibatan Jurusan/ Prodi dalam lingkup PTN. Dukungan PTN masing-masing dan pemerintah diharapkan dapat lebih mudah diterima untuk menjalankan roda asosiasi. Selanjutnya, keterlibatan PTS dengan sendirinya akan berlangsung secara alamiah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kerjasama dengan PMPW-GTZ inilah yang mendorong la­hirnya deklarasi ASPI di Jakarta pada bulan Maret 2000. Jadi, sudah berumur setahun deklarasi tersebut. Bahwa kemudian Forum tidak segeradihubungkan dengan usaha pembentukan asosiasi sejak awal, hal ini merupakan catatan tersendiri yang bisa disampaikan oleh mereka yang terlibat secara mendalam dengan proses deklarasi ASPI tersebut. Kita bersama mestinya sudah terkirimi rancangan-rancangan anggaran dasar tentang asosiasi. Sudah selayaknya memberikan tanggapan dan ikut serta menyatakan pendapat. Keputusan bersama nantinya yang akan diacu untuk keberlangsungan kerjasama antar-Jurusan/ Prodi Perencanaan (Wilayah dan Kota).

Dari uraian ringkas tentang riwayat kerjasama di lingkungan pendidikan perencanaan PTN-PTS dapat ditarik garis merah bahwa semangat keterbukaan dan mengajak rekan sejawat untuk mengembangkan lembaga dan substansi pendidikan sudah berjalan sejak awal.

Studi tentang Perencanaan dan Pendidikan Perencanaan

Eksistensi perencanaan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara serta peran apa yang disumbang­kan lembaga2 pendidikannya, dipertanyakan kembali dalam suatu studi tentang pendidikan perencanaan yang dilakukan oleh tiga program studi perencanaan di ITB, UGM, dan UNHAS, didukung oleh proyek GTZ-PMPW, dengan tema Needs Assessment Study for Schools of Planning (NAS-SOP).

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut memang tidak dapat diberikan secara lugas dalam studi yang masih jauh dari sempurna itu. Barangkali memang tidak bakal ada suatu upaya tunggal yang dapat menjawab masalah-masalah tersebut. Bahkan studi tersebut memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru yang masih perlu dibahas dalam perdebatan yang bakal nyaris tanpa akhir. Karakter pengetahuan perencanaan yang me­miliki akar dalam berbagai bidang ilmu sosial dan keteknikan mewarnai kompleksitas diskursus perencanaan. Banyaknya ragam peserta atau pemegang kepentingan yang harus terlibat dalam diskursus membatasi kemam­puan untuk mencari jawaban masalah tersebut secara segera dan tuntas. Oleh karena itu disadari perlunya suatu upaya yang terus-menerus danintens untuk selalu mencari jawaban di sela-sela masyarakat kita yang sedangmengalami kondisi teraduk (state of flux) dewasa ini.

ASOSIASI SEKOLAH PERENCANAAN INDONESIA (ASPI)

Salah satu kesimpulan studi NAS-SOP yang sangat penting adalah perlunya pengumpulan sumber daya pro­gram-program pendidikan perencanaan sebagai wahana bagi diskursus dan upaya pengembangan pemikiran dan praktek perencanaan, termasuk pendidikan perencanaan. Di samping itu diperlukan pula suatu upaya yang meluas untuk “memproklamasikan,” atau lebih tepat “menyatakan diri lagi,” profesi dan pendidikan perenca­naan sebagai suatu disiplin yang spesifik dan sangat dibutuhkan dalam upaya pengembangan dan pembangu­nan bangsa kita.

Dalam presentasi hasil studi NAS-SOP yang diselenggarakan pada tanggal 30 Maret 2000 di hotel Century Atlit, Senayan, Jakarta, telah disepakati oleh 7 program pendidikan perencanaan tingkat S2 di perguruan tinggi neg­eri, yaitu di ITB, UGM, UNHAS, IPB, UNAND, USU, dan UNDIP untuk mendirikan suatu asosiasi sekolah-sekolah perencanaan yang dinamai ASPI (Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia). (Sumber: Buku Profil ASPI, 2013)